Jumat, 29 April 2011

PROSES INDUSTRI ALUMINIUM


 Disusun oleh: KIKY FREDERIKA R   &   RIRIN ANITA S 
 
Aluminium (atau aluminum) ialah unsur kimia. Lambang aluminium ialah Al, dan nomor atomnya 13. Aluminium ialah logam paling berlimpah dikulit bumi Ia merupakan logam kedua paling mudah didapat (setelah emas) dipercayai antara (7.5% -8.1%),tetapi tidak pernah ditemukan dalam unsur bebasnya. Aluminium  tak nontoksik (dalam bentuk logam), tak bermagnet. Aluminium merupakan konduktor listrik yang baik. Terang dan kuat. Merupakan konduktor yang baik juga buat panas. Dapat ditempa menjadi lembaran atau ditarik menjadi kawat. Tahan korosi. Aluminium digunakan dalam banyak hal. Kebanyakan darinya digunakan dalam kabel bertegangan tinggi. Juga secara luas digunakan dalam bingkai jendela dan badan pesawat terbang. Ditemukan di rumah sebagai panci, botol minuman ringan, tutup botol susu dsb. Aluminium juga digunakan untuk melapisi lampu mobil dan compact disks. Aluminium dijumpai terutama dalam bijih bauksit dan terkenal karena daya tahan pengoksidaannya (oleh karena fenomena pempasifan) dan oleh sebab keringanannya. Aluminium digunakan dalam banyak industri untuk menghasilkan bermacam-macam keluaran kilang dan sangat penting dalam ekonomi dunia. Komponen berstruktur yang diperbuat daripada aluminium dan aloi-aloinya adalah penting dalam industri aeroangkasa dan juga dalam kendaraan serta bangunan, di mana keringanan, ketahanan, dan kekuatan adalah diperlukan ( Annonymous, 2008 ).
Aluminium merupakan logam yang lembut dan ringan, dengan rupa keperakan pudar, oleh karena kehadiran lapisan pengoksidaan yang tipis yang terbentuk apabila didedahkan kepada udara. Aluminium mempunyai kekuatan tegangan sebanyak 49 megapascal (MPa) dan 700 MPa sekiranya dibentuk menjadi aloi. Aluminium mempunyai ketumpatan satu pertiga daripada tembaga adalah, mudah dimesin dan ditempa; dan mempunyai ketahanan yang sangat baik oleh sebab lapisan pelindung oksidanya. Kemasan cermin aluminium mempunyai pantulan yang tertinggi antara semua logam dalam 200-400 nm (Ultraungu), dan 3000-10000 nm (Inframerah jauh), sementara dalam penglihatan yaitu 400-700 nm ia diatasi sedikit oleh perak, dan dalam 700-3000 (Inframerah dekat) diatasi oleh perak, emas dan tembaga ( Annonymous, 2008 ).

         Aluminium Oksida
Aluminium oksida adalah sebuah senyawa kimia dari aluminium dan oksigen, dengan rumus kimia Al2O3. Nama mineralnya adalah alumina, dan dalam bidang pertambangan, keramik dan teknik material senyawa ini lebih banyak disebut dengan nama alumina. 
Sifat-sifat
Aluminium oksida adalah insulator (penghambat) panas dan listrik yang baik. Umumnya Al2O3 terdapat dalam bentuk kristalin yang disebut corundum atau α-aluminum oksida. Al2O3 dipakai sebagai bahan abrasif dan sebagai komponen dalam alat pemotong, karena sifat kekerasannya.
Aluminium oksida berperan penting dalam ketahanan logam aluminium terhadap perkaratan dengan udara. Logam aluminium sebenarnya amat mudah bereaksi dengan oksigen di udara. Aluminium bereaksi dengan oksigen membentuk aluminium oksida, yang terbentuk sebagai lapisan tipis yang dengan cepat menutupi permukaan aluminium. Lapisan ini melindungi logam aluminium dari oksidasi lebih lanjut. Ketebalan lapisan ini dapat ditingkatkan melalui proses anodisasi. Beberapa alloy (paduan logam), seperti perunggu aluminium, memanfaatkan sifat ini dengan menambahkan aluminium pada alloy untuk meningkatkan ketahanan terhadap korosi.
Al2O3 yang dihasilkan melalui anodisasi bersifat amorf, namun beberapa proses oksidasi seperti plasma electrolytic oxydation menghasilkan sebagian besar Al2O3 dalam bentuk kristalin, yang meningkatkan kekerasannya. 
Penggunaan
Dalam tiga dasawarsa terakhir ini aluminium telah menjadi salah satu logam industri yang paling luas penggunaannya di dunia. Aluminium banyak digunakan didalam semua sektor utama industri seperti angkutan, konstruksi, listrik, peti kemas dan kemasan, alat rumah tangga serta peralatan mekanis.

Setiap tahunnya, 65 juta ton alumina digunakan, lebih dari 90%-nya digunakan dalam produksi logam aluminium. Aluminium hidroksida digunakan dalam pembuatan bahan kimia pengelolaan air seperti aluminium sulfat, polialuminium klorida, dan natrium aluminat. Berton-ton alumina juga digunakan dalam pembuatan zeolit, pelapisan pigmen titania dan pemadam api.Gamma alumina juga dapat digunakan sebagai katalis catalitic converter yang mereduksi gas buang.
Aluminium oksida memiliki kekerasan 9 dalam skala Mohr. Hal ini menyebabkannya banyak digunakan sebagai abrasif untuk menggantikan intan yang jauh lebih mahal. Beberapa jenis ampelas, dan pembersih CD/DVD juga menggunakan aluminium oksida   ( Annonymous, 2008 ).
Penggunaan aluminium yang luas disebabkan aluminium memiliki sifat-sifat yang lebih baik dari logam lainnya seperti :
§  Ringan : memiliki bobot sekitar 1/3 dari bobot besi dan baja, atau tembaga dan karenanya banyak digunakan dalam industri transportasi seperti angkutan udara.
§  Kuat : terutama bila dipadu dengan logam lain. Digunakan untuk pembuatan produk yang memerlukan kekuatan tinggi seperti : pesawat terbang, kapal laut, bejana tekan, kendaraan dan lain-lain.
§  Mudah dibentuk dengan semua proses pengerjaan logam. Mudah dirakit karena dapat disambung dengan logam/material lainnya melalui pengelasan, brazing, solder, adhesive bonding, sambungan mekanis, atau dengan teknik penyambungan lainnya.
§  Tahan korosi : sifatnya durabel sehingga baik dipakai untuk lingkungan yang dipengaruhi oleh unsur-unsur seperti air, udara, suhu dan unsur-unsur kimia lainnya, baik di ruang angkasa atau bahkan sampai ke dasar laut.
§  Konduktor listrik : setiap satu kilogram aluminium dapat menghantarkan arus listrik dua kali lebih besar jika dibandingkan dengan tembaga. Karena aluminium relatif tidak mahal dan ringan, maka aluminium sangat baik untuk kabel-kabel listrik overhead maupun bawah tanah.
§  Konduktor panas : sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada mesin-mesin/alat-alat pemindah panas sehingga dapat memberikan penghematan energi.
§  Memantulkan sinar dan panas : Dapat dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki kemampuan pantul yang tinggi yaitu sekitar 95% dibandingkan dengan kekuatan pantul sebuah cermin. Sifat pantul ini meenjadikan aluminium sangat baik untuk peralatan penahan radiasi panas.
§  Non Magnetik : dan karenanya sangat baik untuk penggunaan pada peralatan listrik/elektronik, pemancar radio/TV dan lain-lain dimana diperlukan faktor magnetisasi negatif.
§  Tak beracun : dan karenanya sangat baik untuk penggunaan pada industri makanan, minuman, dan obat-obatan, yaitu untuik peti kemas dan pembungkus.
§  Memiliki ketangguhan yang baik : dalam keadaan dingin dan tidak seperti logam lainnya yang menjadi getas bila didinginkan. Sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada pemrosesan maupun transportasi LNG dimana suhu gas cair LNG ini dapat mencapai dibawah -150 oC.
§  Menarik : dan karena itu aluminium sering digunakan tanpa diberi proses pengerjaan akhir. Tampak permukaan aluminium sangat menarik dan karena itu cocok untuk perabot rumah (hiasan), bahan bangunan dan mobil. Disamping itu aluminium dapat diberi surface treatment, dapat dikilapkan, disikat atau dicat dengan berbagai warna, dan juga diberi proses anodisasi. Proses ini menghasilkan lapisan yang juga dapat melindungi logam dari goresan dan jenis abrasi lainnya.
  • Mampu diproses ulang guna yaitu dengan mengolahnya kembali melalui proses peleburan dan selanjutnya dibentuk menjadi produk seperti yang diinginkan Proses ulang-guna ini dapat menghemat energi, modal dan bahan baku yang berharga.Proses Penambangan Aluminium
Aluminium ditambang dari biji bauksit yang banyak terdapat di permukaan bumi. Bauksit yang ditambang untuk keperluan industri mempunyai kadar aluminium 40-60%. Setelah ditambang biji bauksit digiling dan dihancurkan supaya halus dan merata. Kemudian dilakukan proses pemanasan untuk mengurangi kadar air yang ada. Selanjutnya bauksit mengalami proses pemurnian.


        Gambar bauksit

Bauksit merupakan bahan yang heterogen, yang mempunyai mineral dengan susunan terutama dari oksida aluminium, yaitu berupa mineral buhmit (Al2O3H2O) dan mineral gibsit (Al2O3 .3H2O). Secara umum bauksit mengandung Al2O3 sebanyak 45-65%, SiO2 1-12%, Fe2O3 2-25%, TiO2 >3%, dan H2O 14-36%. Bauksit merupakan kelompok mineral aluminium hidroksida yang dalam keadaan murni berwarna putih atau kekuningan. Bahan galian yang ditambang dengan menggunakan shovel ini, pabila dicampur dengan bahan mineral lain, semisal chrome, baja, atau nikel, menghasilkan aluminium yang sangat bagus (Alloy). Aluminium ini tahan panas, kuat namun lentur dan mudah dibentuk. Untuk, onderdil otomotif, perkapalan dan industri pesawat terbang, menggunakan bauksit secara massif.

Bauksit yang terkandung di bumi nusantara, jenis mineralnya adalah gibsit, dengan kadar utama alumina, kuarsa, dan silika aktif. Biji bauksit laterit terjadi di daerah tropis dan sub tropis serta membentuk perbukitan landai, yang memungkinkan terjadinya pelapuk yang cukup kuat. Bauksit terbentuk dari batuan yang mempunyai kadar aluminium tinggi, kadar Fe rendah dan sedikit kadar kuarsa bebas.
Batuan yang memenuhi persyaratan itu antara lain nepelin syenit dan sejenisnya yang berasal dari batuan beku, batuan lempung/ serpih. Batuan itu akan mengalami proses laterisasi (proses pertukaran suhu secara terus menerus sehingga batuan mengalami pelapukan).
Di Indonesia, bauksit tersebar di Pulau Bintan, Bangka, Kepulauan Riau dan Kalimantan Barat.

Untuk menggali bauksit, dilakukan dengan metode land clearing (mengupas pohon dan semak di permukaan tanah, atau pengupasan tanah penutup). Alat-alat berat macam buldozer, biasa dipakai untuk melakukan pengupasan tersebut. Sementara lapisan bijih bauksit digali dengan shovel, diangkut dengan dump truck untuk dimasukan ke dalam instalasi pencucian. Setelah dicuci (desliming) yang berfungsi memisahkan bijih bauksit dari unsur lain seperti pasir atau lempung kotor, maka dilakukan proses penyaringan (screening). Bersamaan dengan itu dilakukan pemecahan (size reduction) dari butiran-butiran yang berukuran lebih dari 3 inchi dengan jaw cruscher. Setelahnya, barulah memasukai tahap pengolahan dengan proses bayer (teknik pemurnian bauksit).

Proses Pemurnian Aluminium
Proses pemurnian bauksit dilakukan dengan metode Bayer dan hasil akhir adalah alumina. Secara alami, aluminium oksida terdapat dalam bentuk kristal corundum. Batu mulia rubi dan sapphire tersusun atas corundum dengan warna-warna khas yang disebabkan kadar ketidakmurnian dalam struktur corundum. Aluminium oksida, atau alumina, merupakan komponen utama dalam bauksit bijih aluminium yang utama.
Pabrik alumina terbesar di dunia adalah Alcoa, Alcan, dan Rusal. Perusahaan yang memiliki spesialisasi dalam produksi dari aluminium oksida dan aluminium hidroksida misalnya adalah Alcan dan Almatis. Bijih bauksit terdiri dari Al2O3, Fe2O3, and SiO2 yang tidak murni. Campuran ini dimurnikan terlebih dahulu melalui Proses Bayer:
Al2O3 + 3H2O + 2NaOH + panas → 2NaAl(OH)4












Fe2O3 tidak larut dalam basa yang dihasilkan, sehingga bisa dipisahkan melalui penyaringan. SiO2 larut dalam bentuk silikat Si(OH)62-. Ketika cairan yang dihasilkan didinginkan, terjadi endapan Al(OH)3, sedangkan silikat masih larut dalam cairan tersebut. Al(OH)3 yang dihasilkan kemudian dipanaskan
2Al(OH)3 + panas → Al2O3 + 3H2O
Al2O3 yang terbentuk adalah alumina.
Pada 1961, perusahaan General Electric mengembangkan Lucalox, alumina transparan yang digunakan dalam lampu natrium. Pada Agustus 2006, ilmuwan Amerika Serikat yang bekerja untuk 3M berhasil mengembangkan teknik untuk membuat alloy dari aluminium oksida dan unsur-unsur lantanida, untuk memproduksi kaca yang kuat, yang disebut alumina transparan. Aloi adalah campuran dua atau lebih unsur pada komposisi tetap tertentu yang mana juzuk utamanya adalah logam.
 Tahapan pemurnian aluminium bisa dilihat pada gambar 10. Pertama-tama bauksit dicampur dengan larutan kimia seperti kaustik soda. Campuran tersebut kemudian dipompa ke tabung tekan dan kemudian dilakukan pemanasan. Proses selanjutnya dilakukan penyaringan dan diikuti dengan proses penyemaian untuk membentuk endapan alumina basah (hydrated alumina). Alumina basah kemudian dicuci dan diteruskan dengan proses pengeringan dengan cara memanaskan sampai suhu 1200 oC. Hasil akhir adalah partikel-partikel alumina dengan rumus kimianya adalah Al2O3.



Proses Peleburan Aluminium

Alumina yang dihasilkan dari proses pemurnian masih mengandung oksigen sehingga harus dilakukan proses selanjutnya yaitu peleburan. Peleburan alumina dilakukan dengan proses reduksi elektrolitik (gambar 11). Proses peleburan ini memakai metode Hall-Heroult.
Alumina dilarutkan dalam larutan kimia yang disebut kriolit pada sebuah tungku yang disebut pot. Pot ini mempunyai dinding yang dibuat dari karbon. Bagian luar pot terbuat dari baja. Aliran listrik diberikan melalui anoda dan katoda. Proses reduksi memerlukan karbon yang diambil dari anoda. Pada proses ini dibutuhkan arus listrik sebesar 50-150 killoampere. Arus listrik akan mengelektrolisa alumina menjadi aluminium dan oksigen bereaksi membentuk senyawa CO2. aluminium cair dari hasil elektrolisa akan turun ke dasar pot dan selanjutnya ddialirkan dengan prinsip shipon ke krusibel yang kemudian diangkut menuju tungku-tungku pengatur (holding furnace). Kebutuhan listrik yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1kg aluminium berkisar sekitar 12-15 Kwh. Satu kg aluminium dihasilkan dari 2 kg alumina dan ½ kg karbon. Reaksi pemurnian alumina menjadi aluminium adalah sbb :

Limbah sisa-sisa logam aluminium yang berasal dari industri peralatan rumah tangga dan elektronik dapat dimanfaatkan menjadi bahan yang lebih bernilai, salah satu diantaranya menjadi flokulan Poli Aluminium Klorida (PAC = Poly Aluminium Chloride). PAC dapat digunakan pada proses penjernihan air sungai menjadi air minum. Pengguna flokulan jenis PAC ini diantaranya adalah PDAM Surabaya sebagai pengolah air sungai menjadi air minum, tetapi karena memiliki kendala pada harganya yang lebih mahal dari tawas, maka saat ini digunakan tawas sebagai bahan penjernih air.


DAFTAR PUSTAKA

Annonymous,2009, Aluminium Oksida, http://www.wikimediafoundation.org, diakses tanggal 25 Maret, 2009.

Annonymous,2008, Logam Aluminium , http://ms.wikipedia.org/wiki/Aluminium, diakses tanggal 25 Maret, 2009.

George T,Austin,1975, Shereve’s Chemical Process Industries, fifth edition, McGrawHill Book Company, New  York.

Silver chloride electrode


Ag-AgCl reference electrode
A silver chloride electrode is a type of reference electrode, commonly used in electrochemical measurements. For example, it is usually the internal reference electrode in pH meters. As another example, the silver chloride electrode is the most commonly used reference electrode for testing cathodic protection corrosion control systems in sea water environments.
The electrode functions as a redox electrode and the reaction is between the silver metal (Ag) and its salt — silver chloride (AgCl, also called silver(I) chloride).
The corresponding equations can be presented as follows:
Ag+ + 1e ↔ Ag0(s)
Ag+ + Cl ↔ AgCl(s)
or an overall reaction can be written:
Ag0(s) + Cl ↔ AgCl(s) + e-
This reaction characterized by fast electrode kinetics, meaning that a sufficiently high current can be passed through the electrode with the 100% efficiency of the redox reaction (dissolution of the metal or cathodic deposition of the silver-ions). The reaction has been proved to obey these equations in solutions with pH’s of between 0 and 13.5.
The Nernst equation below shows the dependence of the potential of the silver-silver(I) chloride electrode on the activity or effective concentration of chloride-ions:

The standard electrode potential E0 against standard hydrogen electrode is 0.230V ± 10mV. The potential is however very sensitive to traces of bromide ions which make it more negative. (The more exact standard potential given by an IUPAC review paper is 0.22249 V, with a standard deviation of 0.13 mV at 25 °C)

Applications

Commercial reference electrodes consist of a plastic tube electrode body. The electrode is a silver wire that is coated with a thin layer of silver chloride, either physically by dipping the wire in molten silver chloride, or chemically by electroplating the wire in concentrated hydrochloric acid.
A porous plug on one end allows contact between the field environment with the silver chloride electrolyte. An insulated lead wire connects the silver rod with measuring instruments. A voltmeter negative lead is connected to the test wire. The reference electrode contains potassium chloride to stabilize the silver chloride concentration.
The potential of a silver:silver chloride reference electrode with respect to the standard hydrogen electrode depends on the electrolyte composition.
Reference Electrode Potentials
Electrode
Potential E0+Elj
Temperature Coef.

(V) at 25 °C
(mV/°C) at around 25 °C
SHE
0.000
Ag/AgCl/Sat. KCL
+0.197
Ag/AgCl/3.5 mol/kg KCl[3]
+0.205
-0.73
Ag/AgCl/1.0 mol/kg KCl
+0.235
Ag/AgCl/0.6 mol/kg KCl
+0.25

Ag/AgCl (Seawater)
+0.266

Notes to the Table: (1) The table data source is, except where a separate reference is given. (2) Elj is the potential of the liquid junction between the given electrolyte and the electrolyte with the activity of chloride of 1 mol/kg.
The electrode has many features making is suitable for use in the field:
  • Simple construction
  • Inexpensive to manufacture
  • Stable potential
  • Non-toxic components
They are usually manufactured with saturated potassium chloride electrolyte, but can be used with lower concentrations such as 1 mol/kg potassium chloride. As noted above, changing the electrolyte concentration changes the electrode potential. Silver chloride is slightly soluble in strong potassium chloride solutions, so it is sometimes recommended the potassium chloride be saturated with silver chloride to avoid stripping the silver chloride off the silver wire.

Elevated temperature application

When appropriately constructed, the silver chloride electrode can be used up to 300 °C. The standard potential (i.e., the potential when the chloride activity is 1 mol/kg) of the silver chloride electrode is a function of temperature as follows
Temperature Dependence of the Standard Potential of the Silver/Silver Chloride Electrode
Temperature
Potential E0
°C
V versus SHE at the same temperature
25
0.22233
60
0.1968
125
0.1330
150
0.1032
175
0.0708
200
0.0348
225
-0.0051
250
-0.054
275
-0.090
Bard et al. give the following correlations for the standard potential of the silver chloride electrode as a function of temperature (where t is temperature in °C):
E0(V) = 0.23695 - 4.8564x10-4t - 3.4205x10-6t2 - 5.869 x 10-9t3 for 0 < t < 95 °C.
The same authors also give the fit to the high-temperature potential, but it appears to contain a typographic error. The corrected fit, which reproduced the data in the table above is:
E0(V) = 0.23735 - 5.3783x10-4t - 2.3728x10-6t2 - 2.2671x10-9(t+273) for 25 < t < 275 °C. 
An extrapolation to 300 °C gives E0 of -0.138 V.


Potentiometry: The Ag/AgCl Reference Electrode

The silver/silver chloride or Ag/AgCl reference electrode is many electrochemists' reference electrode of choice. It is easily and cheaply prepared. It is stable, and quite robust. It is sometimes referred to as "SSCE" (Silver/Silver Chloride Electrode) but that abbreviation has been used for Sodium Saturated Calomel Electrode also
- Construction
- Filling solutions
- Potential of the Ag/AgCl electrode
- Conditioning or reviving Ag/AgCl electrodes
- Enemies of the Ag/AgCl electrode
- Temperature range
- References


Construction:

The figure to the right shows an easily constructed Ag/AgCl reference electrode. The body of the electrode is made from 4 mm glass tube. Vycor® porous glass is available in 4 mm diameter rod and serves as the ionicly conducting electrical pathway between the inside of the reference electrode and the bulk of your cell.  It has low electrical resistance (under 10 kohm for the common filling solutions) and a modest leak rate. The electrical resistance of the reference electrode 'frit' is an important factor in determining the stability and speed of your potentiostat in actual use. (See the GAMRY and PAR notes mentioned in the resource on potentiostat stability for more information.) The leak rate may be important because of possible contamination of your solution by the reference electrode filling solution and vice versa.
The Vycor® frit (about 1/8" long) is attached to the glass tube by 'heat shrink' Teflon tubing.  The heat-shrink tubing should be cut flush with the end of the Vycor frit to prevent trapping any air bubbles. Pre-cut Vycor® frits and heat shrink tubing are available from Gamry, PAR, BAS, and probably other electrochemistry suppliers.  The cap is conveniently made out of scrap Teflon or plastic cap or protector made to fit 5/32" OD tubing. It should be snug, but easily removable for replenishing the filling solution.

Filling solutions:

A variety of filling solutions can be used. The most commonly used are saturated KCl or 3.5M KCl. KCl has the uncanny ability to 'creep' and form a crusty layer of solid KCl where the solution is exposed to the air. This author has seen 'beards' of KCl emanating from a Vycor® frit that were several cm long. If perchlorate electrolytes are to be studied, KClO4 may precipitate in the pores of the frit, and for these electrolytes NaCl (either sat'd or 3M ) is preferred. The author routinely uses NaCl filled electrodes, but has used LiCl in special instances.
Saturated solutions of KCl or NaCl have the advantage that the concentration is reproducible even if the temperature changes (if solid salt is present) and are immune to the effects of water evaporation. However, the solid salts harden into an impenetrable block which may lead to a high impedance electrode. A "nearly saturated" solution (3.5M KCl or 3M NaCl) can change concentration due to evaporation.

Conditioning or reviving a Ag/AgCl electrode:

If an electrode needs to be 'revived' after abuse or prolonged storage, the first step is to disassemble the electrode and remove the silver wire from the electrode shell that surrounds it.  The 'frit' which electrically connects the inside filling solution to the outside world should be replaced (if it is Vycor® ) or cleaned to insure that ionic transport across the inside/outside interface is facilitated.
The procedure, below, is the one generally followed by this web site's author, but a similar procedure is outlined in Sawyer, Sobkowiak, & Roberts.
The old silver chloride coating can be removed by soaking the wire in conc. ammonium hydroxide.  Nitric acid may be used to roughen the silver surface.  Once the wire has been cleaned and rinsed, the electrode must be anodized or re-coated with AgCl.  If a 'low resistance' (i.e., high leak rate) frit is used this anodization can be done after the electrode is reassembled and refilled with fresh filling solution (the author's preference!)  This not only coats the silver wire, but also insures that the filling solution is saturated with AgCl. The assembled electrode (or just the silver wire) should be placed in a beaker containing the filling solution. For a wire that is a few cm long and 0.05 cm diameter, a current of about 10 uA applied overnight is generally adequate. A platinum counter electrode completes the circuit. A galvanostat can be used if one is handy: A 9V battery in series with a 1Megohm resistor will also suffice. Be sure that the silver wire is at a positive voltage with respect to the counter electrode to anodize (oxidize) it! In the author's experience the resulting coating should be a smooth, dull, and slightly off-white.
If you have not already done so, reassemble the electrode and allow the renewed reference electrode to 'equilibrate' overnight for best stability. Store the electrode with the frit in the filling solution.  If a low leakage 'fiber plug' or cracked glass junction is used, DI water can be used to store the electrode.  However, this is not recommended for storage if Vycor® or other 'high leak rate' junctions are employed since that can lead to the dilution of the filling solution.

Enemies of the Ag/AgCl electrode:

Light. UV light decomposes AgCl to give silver(0) which gives the electrode a black appearance.  Normal lab fluorescent lights are OK, but don't store your electrodes on the window sill!
Base. Ag2O or AgOH will form if the [OH-] is on the order of 0.1 M and the electrode potential will be a mixed Ag/AgCl/Ag2O potential and will depend on the pH.   Ag2O will also form in the pores of the frit used.
NH3 Buffers. NH3 will complex silver and will dissolve AgCl.
Sulfide. Silver sulfide is quite insoluble.

Temperature range:

The references, cited below, contain several tables and equations representing the Standard Potential of silver-silver chloride electrodes at temperatures ranging from 0°C to 95°C.  These tables and equations must be used with care, however. They generally refer to the potential of a cell without a liquid junction. Sawyer gives the potential (including junction potential) from 10° to 40°. Around 25°, the potential can be estimated from the linear approximations, below.

[ KCl ]
Potential vs. NHE, E in mV, T in °C
3.5M
E = 205 - 0.73 * (T - 25°C)
sat'd
E = 199 - 1.01 * (T - 25°C)
From the data in Table 5.3 of Sawyer, 2nd Ed.
I have seen references to an operating range of -5° to 100° for the Ag/AgCl electrode with intermittent use up to 130°. The practical temperature limits may be more restrictive, depending on the materials used to make the electrode. Generally, isolating the reference electrode with a bridge-tube and keeping the reference electrode at laboratory ambient may be the easiest answer for high temperature work!

source:
 http://www.consultrsr.com/resources/ref/agcl.htm