Minggu, 27 Maret 2011

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)


TUGAS MATA KULIAH RADIOKIMIA
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)
Dosen :
Sri Wardhani



Kelompok 3:
Grisma Rosyidatul Y.           0710920018
Addinul Ihsan                        0710920050
Lukita Karunia                     0710923012



JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2010
Pada paper ini akan dibahas tentang pembangkit linstrik tenaga nuklir yang dimungkinkan untuk di buat di Indonesia, berikut beberapa hal yang akan dibahas :
v  PLTN secara umum
v  Alasan dibuatnya PLTN
v  Reaktor nuklir
v  Pengayaan Uranium
v  Manfaat dan kerugian PLTN
v  Setuju tidak setuju dengan PLTN

v  PLTN
            Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir adalah sebuah pembangkit daya thermal yang menggunakan satu atau beberapa reaktor nuklir sebagai sumber panasnya. Prinsip kerja sebuah PLTN hampir sama dengan sebuah Pembangkilt Listrik Tenaga Uap, menggunakan uap bertekanan tinggi untuk memutar turbin. Putaran turbin inilah yang diubah menjadi energi listrik. Perbedaannya ialah sumber panas yang digunakan untuk menghasilkan panas. Sebuah PLTN menggunakan Uranium sebagai sumber panasnya. Reaksi pembelahan (fisi) inti Uranium menghasilkan energi panas yang sangat besar. Daya sebuah PLTN berkisar antara 40 Mwe sampai mencapai 2000 MWe, dan untuk PLTN yang dibangun pada tahun 2005 mempunyai sebaran daya dari 600 MWe sampai 1200 MWe.  PLTN dikategorikan berdasarkan jenis reaktor yang digunakan. Namun pada beberapa pembangkit yang memiliki beberapa unit reaktor yang terpisah memungkinkan untuk menggunakan jenis reaktor yang berbahan bakar seperti Uranium dan Plutonium ( Steel, 2010 ).
            Prinsip kerja PLTN sebenarnya mirip dengan pembangkit listrik lainnya, misalnya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Uap bertekanan tinggi pada PLTU digunakan untuk memutar turbin. Tenaga gerak putar turbin ini kemudian diubah menjadi tenaga listrik dalam sebuah generator ( Batan, 2010 ).

Perbedaan PLTN dengan pembangkit lain terletak pada bahan bakar yang digunakan untuk menghasilkan uap, yaitu Uranium. Reaksi pembelahan (fisi) inti Uranium menghasilkan tenaga panas (termal) dalam jumlah yang sangat besar serta membebaskan 2 sampai 3 buah neutron ( Batan, 2010 ).

v  ALASAN PEMBANGUNAN PLTN
Masalah energi merupakan salah satu isu penting yang sedang hangat dibicarakan. Semakin berkurangnya sumber energi, penemuan sumber energi baru, pengembangan energi-energi alternatif, dan dampak penggunaan energi minyak bumi terhadap lingkungan hidup menjadi tema-tema yang menarik dan banyak didiskusikan. Pemanasan global yang diyakini sedang terjadi dan akan memasuki tahap yang mengkhawatirkan disebut-sebut juga merupakan dampak penggunaan energi minyak bumi yang merupakan sumber energi utama saat ini. Dampak lingkungan dan semakin berkurangnya sumber energi minyak bumi memaksa kita untuk mencari dan mengembangkan sumber energi baru. Salah satu alternatif sumber energi baru yang potensial datang dari energi nuklir. Meski dampak dan bahaya yang ditimbulkan amat besar, tidak dapat dipungkiri bahwa energi nuklir adalah salah satu alternatif sumber energi yang layak diperhitungkan (Steel, 2010).
PLTN termasuk dalam pembangkit daya base load, yang dapat bekerja dengan baik ketika daya keluarannya konstan (meskipun boiling water reactor dapat turun hingga setengah dayanya ketika malam hari). Daya yang dibangkitkan per unit pembangkit berkisar dari 40 MWe hingga 1000 MWe. Unit baru yang sedang dibangun pada tahun 2005 mempunyai daya 600-1200 MWe. Hingga tahun 2005 terdapat 443 PLTN berlisensi di dunia, dengan 441 diantaranya beroperasi di 31 negara yang berbeda. Keseluruhan reaktor tersebut menyuplai 17% daya listrik dunia. (Zhafa, 2010).
Jika dibandingkan antara PLTN dan PLTU batubara agaknya telah jelas bahwa Indonesia memerlukan pembangkit-pembangkit listrik baru untuk memenuhi kenaikan kebutuhan listrik di masa yang akan datang. Di AS, untuk tahun 1990, Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara (PLTU) diproyeksikan akan memegang masing-masing 12,5% dan 55% dari total pembangkitan listrik, suatu angka yang lebih besar dari kontribusi jenis-jenis sumber energi lain (Tribuanan, 1998).
Dalam memperbandingkan kedua pilihan ini, perlu diingat bahwa masing-masing berasal dari teknologi yang berbeda, meskipun demikian keduanya menggunakan energi yang dihasilkannya untuk menguapkan air. Selanjutnya uap tersebut digunakan untuk memutar turbin. PLTN merupakan bidang yang cukup baru dibandingkan dengan PLTU. Hal ini perlu ditekankan mengingat Indonesia adalah negara yang sedang berkembang. Selain itu, karena pemakaian bahan-bahan radioaktif untuk PLTN, masalah-masalah yang dihadapi dan faktor-faktor pembentuk hambatan tersebut adalah dua lingkup yang berbeda yang kadang-kadang tidak dapat diperbandingkan secara langsung. Segi-segi polusi, biaya konstruksi, pemeliharaan, bahan bakar dan operasi serta keamanan dan keandalan sistem diambil sebagai pokok- pokok perbandingan dengan harapan masingmasing akan terwakili secara jelas dan menyeluruh (Tribuanan, 1998).
Perbandingan biaya produksi PLTN dan PLTU (sen US$/kWH)
PLTN

PLTU


O & M
BAHAN BAKAR
KAPITAL
TOTAL
O & M
BAHAN BAKAR
KAPITAL
TOTAL
1986
1.25
0.75
3.34
5.34
0.44
1.85
0.99
3.27
1987
1.37
0.76
3.25
5.38
0.45
1.69
1.03
3.17
1988
1.46
0.79
3.35
5.60
0.36
1.65
1.06
3.07
1989
1.62
0.75
3.73
6.10
0.39
1.75
0.79
2.93
1090
1.55
0.72
3.70
5.97
0.39
1.77
0.91
3.04

Dari berbgai alasan diatas, oleh karena itu perlu dilakukan pembangungan PLTN di Indonesia, mengingat bhan bakar fosil yang jumlahnya semakin menipis.
v  REAKTOR NUKLIR
            Reaktor nuklir merupakan suatu tempat yang didesain khusus untuk reaksi unsur radioaktif yang akan menghasilkan energy yang besar. Reaktor nuklir dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan reaksinya yaitu ( Zhafa, 2009 ) :
-          Reaktor Fisi: Reaktor daya fisi membangkitkan panas melalui reaksi fisi nuklir atau pemecahan inti atom dari isotop fissil uranium dan plutonium.
-          Reaktor Fusi: Reaktor daya fusi membangkitkan panas melalui reaksi fusi atau penggabungan inti atom. Fusi nuklir menawarkan kemungkinan pelepasan energi yang besar dengan hanya sedikit limbah radioaktif yang dihasilkan.
Namun demikian  reaktor PLTN yang banyak digunakan di dunia adalah reaktor fisi, karena energy yang dihasilkan relative lebih mudah dikendalikan. untuk reaktor fusi saat ini masih terdapat kendal-kendala bidang keilmuan, teknik dan ekonomi yang menghambat penggunaan energi fusi guna pembangkitan listrik ( Zhafa, 2009 ).

Selasa, 08 Maret 2011

INDUSTRI UREA

INDUSTRI UREA

Urea
Urea merupakan senyawa organik yang pertama kali disintesis secara tidak sengaja oleh Friedrich Wohler (1828) dari bahan dasar senyawa anorganik, yaitu dengan mereaksikan potasium sianat dan amonium sulfat.
Sifat-sifat
Pada temperatur ruang (suhu kamar) urea berwarna putih berbentuk padatan yang tidak berbau (Tabel. 1). Ketika terlarut dalam air, urea dapat terhidrolisis menjadi ammonium karbamat tetapi lambat, dan bahkan dapat terdekomposisi menjadi ammonia dan CO2. Reaksi inilah yang menjadi dasar pembuatan urea sebagai pupuk.
Tabel. 1
IUPAC name
Diaminometanal
Rumus kimia
(NH2)2CO
BM
60,07 g/mol
Moment dipole
4,56 p/D
pH
(100 g.L-1 in water, 20oC) 9
Densitas
1,33.103 kg/m3, solid
Titik leleh
132,7 oC (406 K) dekomposisis
Titik didih
NA
Kelarutan dalam air
108 g/100 mL (20oC)
167 g/100 mL (40oC)
251 g/100 mL (60oC)
400 g/100 mL (80oC)
733 g/100 mL (100oC)
Tekanan uap
<0,1 hPa
Bulk density
0,8 kg.m-3

Urea diproduksi secara komersial dengan cara mendehidrasi ammonium karbamat pada tekanan dan temperatur tinggi. Ammonium karbamat diperoleh dari reaksi langsung antara ammonia dan karbon dioksida. Reaksi keduanya terjadi bersamaan dalam reaktor bertekanan tinggi.
Pada tekanan 1 atm dan suhu titik lelehnya, urea terdekomposisi menjadi ammonia, biuret, asam sianat, ammelida, dan triuret. Padatan urea stabil pada tekanan dan temperatur kamar. Konversi urea menjadi biuret bertambah cepat ketika berada pada tekanan rendah, suhu tinggi, dan pemanasan yang lama.
Manufaktur
Urea diproduksi dari NH3 cair dan CO2 gas pada tekanan dan temperatur tinggi; kedua reaktan diperoleh dari pabrik sintesa ammonia. Reaksi pembentukan ammonium karbamat dan dehidrasi urea terjadi bersamaan
CO2 + 2NH3 NH2COONH4               H= -155 MJ/kg.mol
Reaksi ini sangat eksotermik dan diikuti dengan dekomposisi ammonium karbamat yang bersifat endotermik
NH2COONH4 ↔ NH2CONH2 + H2O     H= +42 MJ/kg.mol
Ammonia
Ammonia merupakan senyawa berbentuk gas yang cukup stabil pada suhu kamar dengan titik didih -33oC. Gas ammonia lebih ringan daripada udara dan mempunyai bau yang khas dan tajam. Ammonia bereaksi dengan air menghasilkan ion ammonium (NH4)+ dan ion hidroksida (OH)-.
NH3 + H2O ↔ (NH4)+ + OH-
Ammonia merupakan basa lemah, pada suhu kamar hanya 1 dari 200 molekul ammonia  yang berupa ion (NH4)+ dalam air. Pembentukan ion hidroksida pada reaksi diatas menyebabkan pH air bertambah. Sebagian besar (80%) ammonia yang diproduksi di dunia digunakan sebagai bahan pupuk, sisanya digunakan di berbagai jenis industri antara lain fiber, pakan ternak, dan peledak.
Ammonia anhidrat pada umumnya disimpan dalam keadaan cair di dalam tanki (biasanya menggunakan tangki berdinding ganda yang mempunyai kapasitas 100 – 1000 ton) pada suhu -33oC, 1 atm. Penyimpanan ammonia dalam jumlah yang kecil biasanya menggunakan penurunan tekanan (pressure storage). Ammonia bersifat korosif terhadap paduan tembaga dan seng, sehingga bahan ini tidak digunakan sebagai alat penyimpan ammonia. Besi dan baja adalah satu-satunya bahan yang cocok digunakan sebagai bahan pembuat tanki penyimpan ammonia. Semua peralatan yang digunakan dalam industri urea merupakan bahan yang tahan terhadap korosi.
Karbon dioksida
Karbon dioksida (CO2) merupakan senyawaan gas yang tak berbau dan tak berwarna (suhu dan tekanan atmosfer) yang sangat penting bagi kehidupan di bumi. Jumlah CO2 di atmosfer bumi berkisar 0,03%. Gas CO2 dilepaskan ke udara dari pembakaran kendaraan bermotor, pernafasan mahluk hidup, dan beberapa industry. CO2 bisa diperoleh dari hasil samping industry ammonia.
Pemilihan Proses
Ada beberapa proses yang dapat digunakan dalam produksi urea. Beberapa diantaranya menggunakan metode konvensional dan sisanya menggunakan teknologi modern untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi. Proses-proses ini mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan tersendiri dalam hal modal, perawatan, kebutuhan energy, efisiensi dan kualitas produk. Beberapa proses yang digunakan dalam industry urea, antara lain:
Proses Sekali Lewat (Once through Process)
Pada proses ini, ammonia yang tidak terkonversi (tidak bereaksi dengan CO2) dinetralkan dengan asam, misalnya asam nitrat, untuk membuata garam ammonium, misal ammonium nitrat, sebagai hasil samping dari produksi urea. Proses ini cukup sederhana. Kelemahan metode ini yaitu terbentuknya produk samping yang sangat besar (garam ammonium) dan konversi CO2 yang kecil yang dapat dicapai.

Proses Lewat-berulang (Conventional Recycle Process)
Semua ammonia dan  CO2 yang tidak terkonversi (tidak bereaksi) diumpankan kembali ke dalam reactor. Pada generasi pertama metode ini, pengumpanan ammonia dan CO2 yang tidak terkonversi ke dalam reactor dilakukan dalam dua tahap. Pengumpanan pertama dilakukan pada tekanan 18 -25 bar; yang kedua dilakukan pada tekanan rendah (2-5 bar).
Proses Pelucutan (Stamicarbon CO2-stripping process)
Pada proses ini, tekanan optimum pada reactor adalah 140 bar, dan ratio molar NH3:CO2 adalah 3:1. Karbamat yang tidak terdekomposisi pada reactor akan didekomposisikan pada stripper, menghasilkan ammonia dan karbon dioksida. Aksi pelucutan (stripping) dipengaruhi oleh adanya kontak antara karbon dioksia dan urea. Proses ini menggunakan kalor pembentukan karbamat untuk menjalankan reaksi dekomposisi yang endotermik, dengan sisa untuk membangkitkan uap. Ammonia cair, karbondioksida gas, dan bahan daur ulang bertemu dalam reactor penukar kalor pada tekanan 14 MPa dan suhu 170oC sampai 190oC, sehingga membentuk karbamat. Sebagian besar kalor reaksinya dibawa keluar sebagai uap proses. Reaksi dekomposisi karbamat itu berlangsung lambat dan endotermik. Campuran reagen yang tidak bereaksi dan karbamat itu mengalir ke pengurai. Rasio stoikiometri CO2/NH3 untuk terkonversi menjadi urea pada dasarnya adalah 55 persen, tetapi dengan menggunakan CO2 (atau NH3) berlebihan, keseimbangan itu dapat didorong sampai memberikan rasio 85%.

Snamprogetti Ammonia dan self stripping process
Pada mulanya, NH3 digunakan sebagai stripping agent “agen pelucut”. Karena kelarutan ammonia dalam larutan urea yang sangat tinggi, menyebabkan ammonia overload pada bagian down stream. Kemudian versi terbaru pada proses ini tidak lagi menggunakan ammonia sebagai stripping agent, tetapi menggunakan panas. Walaupun begitu, effluent  masih mengandung NH3:CO2 dengan kadar yang cukup tinggi, sehingga diperlukan proses untuk memisahkan ammonia dengan karbamat.

Isobaric double recycle process
Proses ini dikembangkan oleh Montedison, yaitu dengan mengumpankan kembali ammonia dan ammonium karbamat yang tidak terkonversi ke dalam dua decomposer seri (pada tekanan sintesa).  Pada decomposer (suhu dan tekanan tinggi) pertama, ammonia dalam jumlah yang cukup tinggi dipisahkan dari larutan urea. Larutan residu, juga ammonium karbamat, dialihkan ke decomposer tekanan tinggi yang kedua untuk stripping proses dengan panas dan CO2.

Produksi Urea Metode (ACES Process)
ACES (Advanced Process for Cost and Energy Saving) dikembangkan oleh Toyo Engineering Corporation. Komponennya terdiri atas reactor, stripper, dua karbamat kondensor parallel dan sebuah scrubber (semuanya beroperasi pada tekanan 175 bar).
Reactor beroperasi pada suhu 190oC dan rasio stoikiometri NH3:CO2 adalah 4:1. Ammonia cair langsung diumpankan ke reactor, sedangkan CO2 dimasukkan setelah dikompresi terlebih dahulu. Campuran hasil dari reactor, yang mengandung urea, ammonium karbamat yang tidak terkonversi, kelebihan ammonia,  dan air, diumpankan ke stripper.



Perbandingan proses
Proses
Keunggulan
Kelemahan
Conventional Process-Once through Process
-          Proses sederhana
-          Garam ammonia terbentuk dalam jumlah besar sebagai produk samping
-          Konversi karbon dioksida rendah
-          Biaya produksi tinggi
-          Kebutuhan energy tinggi
-          Polusi lingkungan tinggi
Conventional Process-Conventional recycle process
-          Konversi CO2 tinggi
-          Biaya produksi tinggi
-          Kebutuhan energy tinggi
-          Polusi lingkungan tinggi
Stamicarbon CO2-stripping process
-          Urea yang dihasilkan cukup tinggi tiap lewatan
-          Kemurnian produk tinggi
-          Biaya produksi tinggi
-          Biaya energy tinggi
Snamprogetti Ammonia and self stripping process
-          Konsumsi tekanan uap rendah
-          Biaya produksi tinggi
-          Biaya energy tinggi
Isobaric double recycle process
-           
-          Prosesnya rumit

ACES process
-          Biaya produksi rendah
-          Pemulihan energy yang tinggi
-          Rendah polusi
-          Efisiensi tinggi
-          Modal besar

Deskripsi Proses – ACES proses
Advanced Process for Cost and Energy process terdiri atas reactor, stripper, dua condenser karbamat paralel dan sebuah scrubber.
3.png
 

















Proses Utama
Reaktor
Reaktor dioperasikan pada suhu 190oC dan tekanan 175 bar. Rasio stoikiometri NH3:CO2 adalah 4:1. Sekali lewatan, konversi CO2 menjadi urea sekitar 68%. Berikut reaksi yang terjadi di dalam reactor.
5.png
 




Laju pada reaksi pertama sangat bergantung pada tekanan dan temperature, karena adanya perubahan volume yang sangat besar. Reaksi ini bisa terjadi jika tekanannya dibawah tekanan pada saat karbamat terdekomposisi, sebaliknya, tekanan reaktor harus lebih tinggi daripada tekanan uap karbamat (170 bar, 180oC). Dekomposisi karbamat menjadi urea terjadi pada suhu ≥ 100oC, pada suhu 100oC dekomposisi karbamat menjadi urea membutuhkan waktu 20-30 jam. Laju dekomposisi karbamat menjadi urea meningkat dengan meningkatnya temperatur, pada suhu 190oC 50% mol ammonium karbamat berubah menjadi urea dalam 30 menit. Reaktor terbuat dari besi baja yang dilapisi titanium untuk bahan anti korosinya.
Stripper
Campuran hasil dari reactor, yang mengandung urea, ammonium karbamat yang tidak terkonversi, kelebihan ammonia,  dan air, diumpankan ke stripper. Pada stripper ditambahkan uap bertekanan sedang. Stripper mempunyai dua fungsi utama, bagian atas berfungsi untuk memisahkan ammonia lebihan dari larutan yang diumpankan ke stripper dengan adanya kontak dengan gas yang datang dari bagian bawah stripper. Pada bagian bawah, karbamat didekomposisi, NH3 dan CO2 yang dihasilkan diuapkan. Gas-gas pada bagian atas stripper dimasukkan ke dalam karbamat condenser. Berikut reaksi yang terjadi di dalam stripper
7.png
 



Karbamat Kondenser
Gas-gas hasil dari bagian atas stripper diumpankan ke dalam karbamat condenser, disini campuran gas dikondensasikan dan diserap oleh larutan karbamat.
8.png
 



Scrubber
Disini, ammonia dan karbondioksida yang dating dari reactor diserap ke dalam larutan ammonia dan ammonium karbamat yang selanjutnya masuk ke karbamat condenser.
Medium Pressure Decomposer
Larutan urea dari stripper, yang mengandu ammonia 15% berat, dimurnikan lebih lanjut di medium pressure decomposer pada tekanan 17,5 bar. Tidak ada panas dari luar yang ditambahkan.
7.png
 



Low Pressure Decomposer
Pemurnian lebih lanjut dilakukan di dalam low pressure decomposer, beroperasi pada tekanan 2,5 bar. Ada panas ditambahkan dari luar. Ammonia dan ammonium karbamat dipindahkan.
7.png
 



Medium Pressure Absorber
Disini ammonia dan karbondioksida dipisahkan dari larutan urea. Panas kondensasi yang dihasilkan ditransfer langsung ke larutan urea pada proses pengkisatan.
Low pressure Absorber
Disini Disini ammonia dan karbondioksida dipisahkan dari larutan urea. Panas yang dilepaskan digunakan untuk membuat uap pada tekanan 2 bar. Uap ini digunakan untuk proses evaporasi pada bagian atas dan bawah separator.
Flash Separator
Unit ini dioperasikan pada tekanan 1 bar dan suhu 110oC. Disini tekanan diturunkan yang mengakibatkan air menguap dan mengkisatkan larutan urea.
Lower Separator
Dioperasikan pada tekanan vakum 0,55 bar dan suhu 110oC. Disini larutan urea dikisatkan lebih lanjut, dan panas yang dibutuhkan diperoleh dari low pressure absorber.
Upper Separator
Dioperasikan pada tekanan vakum 0,55 bar dan suhu 112oC. Disini larutan urea dari lower separator dikisatkan lebih lanjut lagi. Hasil kemurniannya 99,2% dan sisanya air. Kemudian larutan urea dibawa ke tahap pembutiran.
Granulasi (Pembutiran)
Larutan urea dimasukkan granulator untuk memperbesar partikel-partikelnya. Granule dikeringkan dan didinginkan secara simultan. Granulator beroperasi pada suhu 110-115oC.
 












Padatan urea mudah untuk disimpan, dan didistribusikan daripada bentuk larutannya. Lebih-lebih padatan urea lebih stabil dan bisa mencegah terbentuknya biuret yang sangat merugikan pada aplikasi pupuk pada tanaman.

REFERENSI
1.      Gunasekara, Dr. Maneeshaa, Urea Final Report, University of Moratuwa, 2008
2.      Appl, Dr. Max, 2008, Ammonia: Principles and Industrial Practice, Wiley-VCH
3.      Myers, Richard L., 2007, The 100 Most Important Chemical Compounds, Greenwood Press.
4.      European Fertilizer Manufacturer’s Association, Production of Urea